SELAMAT DATANG DI BLOG PONDOK PESANTREN LATANSA | SEMOGA DAPAT BERMANFAAT BAGI KALIAN |

13.5.09

17 TAHUN USIA LA TANSAKU


Hari Senin, tanggal 14 Juli 2008 lalu adalah momentum historis bagi Pondok Pesantren La Tansa (selanjutnya kami sebut La Tansaku, untuk mendapatkan intimitas saja). Pada hari itu La Tansaku genap menginjakan usia yang ke-17 tahun. Usia 17 tahun tentu saja jika disetarakan dengan umur manusia, adalah usia yang masih muda belia, fase yang pada umumnya belum sampai pada fase kematangan intelektual, emosional, dan spiritual, fase ini masih dalam ranah transisi.
Fase ini (14 – 18 tahun) oleh Crijns dalam teori Psikologi Perkembangannya disebut masa puber, pada masa ini seseorang mulai memasuki alam kesadaran di mana ia menjadi manusia yang harus bertanggungjawab, mulai memahami jalan dan arah hidup, mulai mengoreksi diri, dan fase ini oleh Crijns dikatakan sebagai peridoe transformasi/pembentukan cita-cita.
Pembentukan cita-cita ini didasarkan pada identitas; terutama identitas emosional, identitas intelektual, dan identitas lingkungan sosial yang diyakini. Adapun identitas keagamaan, sejatinya sudah diwariskan oleh Tuhan secara primordial. Pada fase ini juga, seorang manusia pada umumnya, serba dimaklumi (tidak disalahkan secara totalitas). Kesalahan yang diperbuat, masih dimaafkan oleh lingkungan, kalaupun diberikan label “bersalah” tidak sampai pada tataran yang ekstrim; tidak sampai dimarjinalisasi oleh lingkungan. Karena ia masih dalam tataran proses memahami, proses mengoreksi diri (muhasabah), dan masih dalam proses pembentukan menuju bentuk ideal yang dicita-citakan.
Persoalan selanjutnya adalah, apakah analogi usia 17 umur manusia di atas memiliki illat atau konteks yang memiliki relevansi dengan 17 tahun umur sebuah lembaga pendidikan ?
Pada beberapa sisi memang memiliki relevansi konteks, namun tentu saja untuk beberapa hal konteksnya perlu proporsionalisasi dan rasionalisasi. Karena entitas manusia jelas memiliki keunikan tersendiri, begitu pun juga sebuah lembaga pendidikan. Entitas seseorang, hanya terdiri dari satu individu, kalaupun sama-sama memiliki ideologi, visi, misi dan tanggungjawab, kesemuanya itu berdimensi personal. Sedangkan lembaga pendidikan adalah sebuah entitas yang memiliki keunikan dan kompleksitas yang lebih rumit. Ideologi, visi, misi dan pertanggungjawabannya pun kompleks.
Sebagai contoh, apabila ada seseorang yang meninggal, tentu dampaknya hanya dirasakan bagi kalangan tertentu saja(terlepas dari kapasitas orang tersebut). Dalam hal ini kita berusaha mencoba mencari titik determinasi perbedaan antara manusia dan sebuah lembaga pendidikan. Manusia yang meninggal tersebut hanya meninggalkan 100 persoalan (katakan begitu). Akan tetapi, apabila sebuah lembaga “meninggal”, maka ia akan meninggalkan 100.000 persoalan bahkan lebih, karena sebuah lembaga pendidikan membawa ideologi, visi, misi dan pertanggungjawaban yang lebih luas. Karena sebuah lembaga merupakan entitas yang di dalamnya meliputi organel-organel sistemik; baik sumber daya manusia, sumber daya nilai-nilai, psikologi-sosial, kultur.
Demikian, ini hanya catatan kritis saja, bahwa sebuah lembaga tidak bisa sepenuhnya disetarakan secara maknawi dengan seseorang, meskipun dalam beberapa hal memiliki kesamaan konteks. Kita khawatir, kita akan terjebak pada pemaknaan yang sempit dan untuk sebuah persoalan yang sejatinya rumit.

Comments :

0 komentar to “17 TAHUN USIA LA TANSAKU”

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by pondok pesantren latansa